Senin, 30 November 2009


Berdiri di atas awan, merasakan angin sejuk berhembus kencang, dan memandang megahnya Gunung Sumbing. Cakrawala terlihat tak berbatas, di tengah rimbunnya bunga Edelweiss. Sensasi tersebut kami rasakan ketika mendaki Gunung Sindoro.”


Gunung Sindoro, juga dikenal dengan nama Sundoro, yang berada di Kabupaten Temanggung, memiliki ketinggian sekitar 3.153 mdpl. Di hadapannya, kokoh berdiri Gunung Sumbing. Kedua gunung ini hanya dipisahkan oleh jalan raya yang menghubungkan Kota Wonosobo dan Kota Temanggung. Oleh karena itu, akses menuju kedua gunung ini sangat mudah. Dari kota Jakarta, dapat menggunakan bus dengan tujuan Temanggung, atau Wonosobo. Dan Dilanjutkan dengan naik bus kecil jurusan Wonosobo-Temanggung-Magelang.



Memulai Perjalanan
Untuk mendaki Gunung Sindoro, pertama-tama anda harus melaporkan diri di Basecamp di Desa Kledung. Jika naik bus dari Wonosobo, desa ini berada di sisi kiri jalan. Desa Kledung terkenal dengan perkebunan tembakaunya. Jika anda datang ke desa ini saat masa panen, hampir di setiap teras rumah terdapat daun tembakau yang sedang dikeringkan. Registrasi di basecamp tidaklah rumit. Anda hanya diharuskan untuk mengisi registrasi, membayar biaya sebesar Rp. 3.000, dan meninggalkan tanda identitas.

Air adalah hal yang sangat vital dalam pendakian Sindoro. Hal ini dikarenakan tiadanya sumber mata air hingga ke puncak. Oleh karena itu anda disarankan untuk menyetok persediaan air sebanyak mungkin dari basecamp. Trik lain untuk menghemat air adalah berjalan pada malam hari, sebab Gunung Sindoro terkenal gersang, ditambah dengan trek ladang tembakau yang tidak terlindung pohon.

Tahap pertama pendakian adalah melalui jalan setapak Desa Kledung menuju perkebunan tembakau. Memasuki lahan tembakau, jika anda beruntung, anda sudah dapat menyaksikan kemegahan Gunung Sindoro di depan mata. Penulis sendiri memulai pendakian saat maghrib. Suasana sudah gelap dan tidak terlihat apa-apa. Bahkan kabut dan hujan deras sempat turun menemani perjalanan kami di ladang tembakau. Trek ladang tembakau cukup panjang dan membosankan. Kondisinya landai dan jalannya tertata rapi oleh batu-batu, sebab biasa dipakai mobil pick-up untuk memanen tembakau. Bahkan jika beruntung, anda bisa menumpang naik mobil pick-up tersebut hingga ujung perkebunan atau bahkan ke Pos I.



Awal Pendakian
Dari ujung perkebunan menuju pos I, vegetasi sudah mulai berupa semak, namun jalur masih terbilang landai. Total bila berjalan kaki dari desa hanya memakan waktu sekitar 1 jam. Pos I hanyalah sebuah shelter kecil di samping jalur dan hanya dapat memuat dua tenda dome berukuran sedang.



Sedikit tips jika anda melakukan pendakian malam, jalur dari Pos I menuju Pos II sering menyesatkan sebab terdapat persimpangan. Jalur yang benar adalah jika menemui jalur yang sedikit menurun. Penulis sempat was-was karena jalur menurun. Tapi tak lama setelah jalur menurun, jalurnya menanjak kembali dan menghilangkan rasa was-was kami.

Setelah sekitar 1,5 jam perjalanan dari Pos I, kami sampai di Pos II. Pos II ini hampir sama seperti Pos I, hanya ada shelter di pinggir jalan yang ukurannya pun hampir sama dengan di Pos I. Hanya saja, keadaannya lebih mengkhawatirkan, dimana lebih reyot, dan banyak atap sengnya yang terlepas. Disini, keadaannya sudah mulai rimbun dengan pepohonan.

Perjalanan baru terasa mendaki gunung selepas Pos II. Jalanan mulai menanjak terjal. Vegetasi cemara dan kaliandra mulai mendominasi. Di jalur ini, ketika anda menemukan sebuah batu besar yang seperti tembok besar, disitulah tanda dimulainya trek batu. Trek ini sangat terjal dan menguras tenaga dibanding sebelumnya. Beruntung kami bergerak di malam hari sehingga teriknya matahari tidak terlalu menguras tenaga. Hanya saja, kami harus tetap bergerak, atau dinginnya angin malam akan menusuk tulang. Setelah 3 jam perjalanan dari Pos II, saat itu sekitar pukul 11 malam, kami sampai juga di Pos III.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar