Senin, 07 Desember 2009

gunung gede


Salah satu kegemaran saya ialah avontur (adventure), berpetualang, menjadi manusia nomaden. Saat SMA, saya sering kerja serabutan di sore dan malam hari. Hasil dari kerja tersebut, saya tabung sedikit demi sedikit untuk kemudian saya pakai keluyuran di saat liburan. Salah satu bentuk avontur yang paling saya sukai ialah mendaki gunung. Sebuah petualangan yang penuh sensasi, sangat indah dikenang.

Saya menghabiskan masa SMA di sebuah kota kecil dekat pantai utara di bagian timur Pulau Jawa. Dengan letak yang strategis sebagai jalan poros Surabaya – Jakarta, menjadikan kota saya adalah kota 24 jam, tidak kesulitan untuk mendapatkan sarana transportasi. Tentu saja, sebagaimana lazimnya para nomaden, untuk menghemat kantong maka pilihan yang paling tepat adalah ‘nggandol’ alias nebeng di truk-truk yang melintas.Terkadang juga pakai kereta api. Memburu truk, meloncat naik ke atas bak, atau juga harus tiba-tiba meloncat turun karena jalur truk yang ditumpangi ternyata tidak searah dengan tujuan avontur, adalah pengalaman yang kerap dialami. Unik dan mendebarkan.

Masa muda, hanya dialami sekali. Tentu, semua orang ingin melewatinya dengan bahagia, dengan pengalaman-pengalaman indah untuk suatu ketika bisa diceritakan kepada anak cucu. Semua orang ingin “muda foya-foya; tua kaya-raya; mati masuk surga”.

Sayang, hanya sebagian orang yang kebetulan terlahir dengan keberuntungan berada dalam situasi keluarga mampu. Sebagian lagi yang lain, ialah anak-anak muda dari keluarga pas-pasan, yang problem hidupnya selalu berpusar pada masalah ekonomi. Untuk anak muda dari golongan pertama tadi, tentu tidak ada masalah jika ingin berpetualang dan traveling. Uang bukanlah masalah. Tapi bagaimana dengan golongan kedua, yang juga golongan terbesar warga negeri ini?

Satu hal yang perlu dilakukan ialah membaca situasi di sekitar. Apa yang bisa dikerjakan untuk dapat menghasilkan uang tanpa mengganggu aktifitas sebagai pelajar. Jangan larut pada himpitan masalah ekonomi. Pandai-pandailah membahagiakan diri dengan mengakali keadaan. Tentu dengan catatan, jangan sampai mengganggu orang lain.

gunung gede


Puncak Gunung Gede

Pendakian terhadap Gunung Gede dapat dimulai dari Pos Jaga yang terletak di dalam Kebun Raya Cibodas. Melalui hutan tropis yang sangat indah, selama pendakian menuju Pondok Kandang Badak (4 jam) yang sebelumnya melewati pertigaan ke arah Air Terjun Cibeureum (1 jam) akan dijumpai 2-3 pondok, mata air dan air panas. Bila kelelahan, bisa istirahat di Pondok Kandang Badak.
Sementara itu satwa liar yang bisa dijumpai di sepanjang pendakian adalah owa hylobates moloch), surili (Presbitis comata), lutung (Trachypithecus auratus), kera (Macaca fascicularis), macan tutul (Panthera pardus), mencek (Muntiacus muntjak), dan elang jawa (Spizaelus bartelsii).

padang edelweiss


Gunung Gede

Gunung Gede merupakan tempat paling favorit untuk pendakian dan berkemah. Hampir setiap pekan, ada saja pencinta alam yang mencoba mendaki puncak Gunung Gede setinggi 2.958 meter itu. Puncak-puncaknya dapat terlihat dengan jelas dari Cibodas Kecamatan Pacet.

Disampingnya berdiri sangat kokoh Gunung Pangrango yang bila dilihat dari kejauhan nampak seperti segitiga runcing sedangkan Gunung Gede berbentuk kubah. Kedua gunung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) ini memiliki keindahan alam asli. Di Puncak Gunung Gede terdapat kawah aktif (terakhir meletus pada 1957) serta padang rumput yang ditumbuhi bunga abadi (Edelweis/Anapahlis javanica) yang merupakan daya tarik bagi pendaki. Puncak lainnya yang kerap dikunjungi pendaki gunung adalah Mandalawangi (3.002 m), Sukaratu (2.836 m), dan Gunung Gemuruh (2.928 m).

Disampingnya berdiri sangat kokoh Gunung Pangrango yang bila dilihat dari kejauhan nampak seperti segitiga runcing sedangkan Gunung Gede berbentuk kubah. Kedua gunung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) ini memiliki keindahan alam asli. Di Puncak Gunung Gede terdapat kawah aktif (terakhir meletus pada 1957) serta padang rumput yang ditumbuhi bunga abadi (Edelweis/Anapahlis javanica) yang merupakan daya tarik bagi pendaki. Puncak lainnya yang kerap dikunjungi pendaki gunung adalah Mandalawangi (3.002 m), Sukaratu (2.836 m), dan Gunung Gemuruh (2.928 m).

Rabu, 02 Desember 2009


Padang Edelweiss Gunung Gede
Lahan yang ditumbuhi vegetasi edelweiss dan pohon santigi yang tumbuh di blok Alun-alun Suryakancana Barat, Taman Nasional Gede- Pangrango, terbakar sejak Minggu (17/9). Kebakaran diduga akibat kecerobohan pengunjung yang mendaki kawasan dengan ketinggian 2.750 meter di atas permukaan laut itu. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Novianto Bambang Wawandono mengatakan, api sudah seluruhnya bisa dipadamkan Selasa lalu. Para pendaki dan pengunjung yang melakukan ziarah itu biasanya membuat perapian dari kayu-kayu hutan untuk menghangatkan tubuh.

Diduga, salah satu perapian yang digunakan para pendaki dan peziarah belum sepenuhnya mati, tetapi sudah ditinggalkan. Angin yang kencang kemudian meniupkan bara api ke arah padang ilalang yang kemudian merembet ke vegetasi edelweiss dan pohon santigi. Padahal, pembuatan perapian dengan memanfaatkan kayu dari taman nasional sudah dilarang. “Sebenarnya (pengunjung) tidak boleh membuat perapian dengan memanfaatkan kayu dan apa pun yang tumbuh di dalam taman nasional. Mereka pasti mendapatkan kayu dengan menebang, dan itu sudah kami larang,” kata Novianto.

Kebakaran pertama kali diketahui oleh sebuah kelompok pencinta alam yang melintas di blok tersebut. Anggota pecinta alam itu kemudian menginformasikan terjadinya kebakaran kepada petugas di Balai TNGP di Cibodas, Cianjur. Sambil menunggu kedatangan polisi hutan dan sukarelawan Montana, para anggota pencinta alam tersebut berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya. Blok yang terbakar berjarak 11,6 kilometer dari gerbang pendakian Cibodas dan harus ditempuh dengan berjalan kaki selama 6 jam hingga 7,5 jam.